Monday 27 April 2009

letter

Sebuah surat yang mengubah semua,
malam itu sekitar 5 derajat celcius..
Hati ini berdegup kencang membaca sebuah wall yang dikirim dr seseorang yang selama ini saya coba untuk meng-ikhlaskannya..
Saya raih handphone yang berada di tumpukan pakaian yang harus saya rapihkan, seperti hati saya yang harus segera di rapihkan..
Masih cinta, begitu hati saya berbisik.
Suaranya yang melembut membuat saya bingung. ''Apa yang terjadi??''
suaranya yang selalu kasar sudah menjadi hal yang biasa untuk saya. Tetapi malam itu suaranya melembut, berbeda.
Lalu, ia ceritakan segalanya. Dia bilang dia tau semuanya, ceritanya, kronologisnya.
Ada perih, karena luka yang selama ini saya coba untuk menutupnya rapat rapat terbuka kembali. Sakit.
saya masih bisa menahannya, hingga air mata ini keluar. Entah bahagia atau sedih. Entah perih atau lega.
air mata ini terus mengalir seperti tidak mau berhenti.
Suaranya semakin melembut bahkan terdengar mengisak. Tolong, jangan menangis. Biar kan saya yg menangis. Kamu tidak seharusnya menangis.
Ada rasa ingin memeluk. Ada rasa ingin menghapus air matanya. Perih.
Flashback pun kembali berputar di kepala saya. Slide demi slide berganti.
Segera saya hapus. Agar tidak sedikit pun melukai hati ini (lagi).
Ucapan terima kasihnya membuat saya semakin hancur. Mengapa ia tahu segalanya?? Sudah ku ikhlaskan sejak dulu. Sudah kurelakan. Air mata ini sudah berkorban begitu banyak.. Cukup lah kata terima kasih.
Hingga pembicaraan berakhir. Tangis ini semakin merebak.. sampai mata ini menutup, lelah.

No comments: