Friday 18 April 2008

PENDIDIKAN INDONESIA

Indonesia,

Seperti yang kita ketahui Pendidikan adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat ini untuk menaikan kualitas sumber daya manusia yang bisa meningkatkan taraf perekonomian Indonesia.

UAN atau UN yang kita kenal sebagai Ujian Akhir Nasional bisa dikatakan adalah penentu hidup dan matinya murid murid Indonesia. Tidak ada lagi waktu bermain menjelang UN. Semua murid terfokus terhadap apa yang harus di pelajari untuk menghadapi ujian “maut” tersebut. ‘yaaa, ini lah. Deg deg an banget gue. Hidup mati gue bisa di ibaratin jatuh pada minggu itu. Kalo nggak lulus yaa nasip deh!

Miris dan ironi kedengarannya, terlihat nada putus asa dari murid murid Indonesia yang akan menghadapi UN. Yang saya tahu, kemampuan murid murid Indonesia tidak seburuk dan se putus asa itu. Mereka belajar matematika yang lebih sulit dari pada ukuran kelas 2 sma di Australia. Sejauh ini, Indonesia masih menang dalam urusan eksakta dan sebagainya, kurang pas saja sepertinya jika murid murid Indonesia menjadi cepat putus asa ini sangat sangat disayangkan.

Jakarta,

Tidak hanya les les tambahan dari sekolah yang mereka ikuti, mulai dari les yang murah sampai yang jutaan rela dilakukannya, dari yang mulai pulang sekolah sampai yang buka hari minggu pun di lakoni. Dari yang menyenangkan sampai membosankan rela dilakukan hanya demi UN yang berlangsung selama 1 minggu ini. Kalo saja bisa di hitung ulang, berapa tahun, bulan, hari yang sudah kita lewati untuk belajar dan hanya di tentukan dalam jangka waktu satu minggu. Sebuah pertanyaan yang meluncur dari kepala saya “apakah cara ini bisa mengukur kemampuan murid murid Indonesia saat ini?”

Beberapa orang menjawab “iya”. dan tidak pula sedikit orang yang berbicara “tidak” dan menentang adanya UN yang tepatnya akan diadakan pada tanggal 22 april minggu depan. Pro dan kontra masih terjadi pada sejumlah masyarakat juga pengamat pengamat pendidikan.

Sistem pengujian hasil kerja keras murid murid Indonesia saat ini terlihat jelas seperti ‘KELINCI PERCOBAAN’. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini. Semua pihak tersangkut paut, dan masalah terbesarnya sepertinya terlihat pada “cara menanggapinya “.

Jakarta,

SMA atau yang jelas kita kenal sebagai Sekolah Menengah Atas, adalah jenjang terakhir menuju universitas inilah yang menjadi penentu bagi murid murid Indonesia yang mempunyai cita cita dan dedikasi tinggi untuk tetap maju tetapi sudahlah hancur dikalahkan oleh rasa putus asa dan lelah terhadap cara penentu ini. Rasa putus asa murid murid Indonesia mungkin bisa terkuak dengan jelas disini.

Soal soal maupun jawaban singkat diperjualkan dengan seolah “tertutup”. Dijual dengan harga tinggi tapi tetap bisa saja di akali untuk kembali menjadi rendah. Mulai dari pegawai pemerintah ataupun guru guru sendiri yang menjual jawaban tersebut. Entah, darimana mereka mendapatkannya – sulit untuk dijelaskan. Terlalu rumit, dan seperti yang saya ketahui mereka (murid murid) sudah tidak peduli lagi bagaimana rumitnya persoalan ini. “yang saya tau mah, bayar trus dapet jawabannya. Ada uang ada jawaban. Gampang kok tinggal patungan sama temen temen aja . ada pilihannya : ipa atau ips”. Semudah itukah ? ada uang ada jawaban. Bukannkah idealnya adalah ‘ada kemauan pasti ada jalan’. Dan terkadang kemauan inilah yang disalahgunakan sebagai “kemauan-keras-untuk-mendapatkan-jawaban-yang-benar”.

Jakarta,

Tidak hanya kalangan menengah ke atas, kalangan menengah kebawah pun ikut punya andil dalam kegiatan yang sangat amat disayangkan ini. Menjual soal soal dan jawaban ini tidak juga hanya pada SMA negeri, SMA swasta yang dianggap bonafit pun terlibat andil dalam hal ini. Sungguh disayangkan.

Tidak ingatkah mereka akan besarnya biaya yang sudah dihabiskan untuk uang pangkal sekolah, biaya bulanan ini itu, les, dan sebagainya dan hanya putus asa oleh jawaban yang mungkin bisa di ibaratkan bernilai Rp 40.000 ??

Indonesia,

Saat ini yang dibutuhkan Indonesia hanyalah rasa kepercayaan diri yang kuat dan niat yang besar untuk menjadi maju. Dan menetapkan nilai nilai keyakinan pada diri sendiri untuk selalu mau belajar lebih dari yang lain. Tingkat sumber daya manusia akan meninggkat jika diiringi dengan kemauan.

Dan, apakah Indonesia sudah memiliki rasa kemauan yang tinggi untuk menjadi yang ‘terbaik’?

Atau Indonesia sudah memiliki rasa kemauan yang tinggi untuk terlihat seperti yang ‘terbaik’?

Hanya anda, yang bisa menilainya.